Angkat Budaya Asli Cirebon, Mahasiswa Program Studi Kriya ITB Ukir Prestasi pada Gelaran Jogja Ceramic Festival 2023
BANDUNG, itb.ac.id — Berawal dari kecintaannya terhadap seni dan budaya Jawa Barat, seorang mahasiswa tahun kedua Program Studi Kriya Institut Teknologi Bandung (ITB), Adi Riyanto, berhasil menorehkan prestasi gemilang sebagai juara 2 nasional, pada gelaran Creative Ceramic Contest pada Jogja Ceramic Festival 2023.
Creative Ceramic Contest digelar di MuseumKu Gerabah Kasongan, Yogyakarta, yang digelar 22-30 Juli 2023 lalu. Ajang ini diadakan sebagai bagian dari upaya menyemarakkan kembali budaya keramik di Indonesia.
Mengangkat tema “Ketidaksempurnaan yang Sempurna”, kompetisi ini menuntut para peserta untuk menelurkan karya yang memiliki nilai seni sekaligus nilai fungsional dengan konsep yang matang.
Adi mengaku memulai eksplorasinya tentang keramik sejak Tahap Persiapan Bersama (TPB). Sejak saat itu, dirinya memiliki ketertarikan yang tinggi di bidang ini. Adi merasa bahwa belajar teori dari kelas perkuliahan masih kurang, sehingga ia selalu ingin mengkombinasikan teori tersebut dengan idenya sendiri menjadi sebuah karya.
Dengan dibantu oleh Rochmat Wahyu (KR 2019) sebagai mentor, Adi akhirnya berhasil menciptakan karya berupa teko set dengan tema topeng Cirebon untuk diajukan ke Creative Ceramic Contest.
Karya teko set ini lahir dari ketertarikannya pada budaya Indonesia, khususnya yang berasal dari Jawa Barat. Adi, yang merupakan mahasiswa ITB Kampus Cirebon, kemudian tertarik untuk mengangkat budaya lokal dari wilayah yang menjadi tempatnya menimba ilmu saat ini. Ia mengungkapkan bahwa Cirebon sangat kaya dengan seni dan budaya yang masih menunggu untuk dieksplorasi lebih jauh. salah satunya yaitu topeng Cirebon yang menjadi ruh dalam karyanya.
“Setiap lomba atau kegiatan apapun aku selalu berusaha memunculkan topeng Cirebon dulu. Beberapa waktu lalu sempat ikut lomba lukis dan lukisannya pun tentang topeng Cirebon,” katanya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Topeng Cirebon sendiri terdiri dari 5 tokoh atau rupa yang dikenal dengan istilah Panca Wanda. Kelimanya memiliki arti filosofis penggambaran siklus kehidupan manusia dari masa kanak-kanak hingga kemapanan sempurna. Masing-masing tahap kehidupan tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan yang menjadikan kesempurnaan tersendiri dalam seluruh perjalanan manusia. Melalui narasi inilah Adi mempersembahkan hasil karyanya dalam rangkaian tema ketidaksempurnaan yang sempurna.
Teko set karya Adi dibuat dengan kombinasi teknik pijat tekan (pinching), pilin (coiling), dan lempeng (slabing). Untuk membuat bentuk yang lebih rumit Adi memilih menggunakan teknik cetak dengan cetakan gypsum. Ia juga menggunakan teknik sculpting untuk menambahkan detail-detail kecil yang lebih rinci. Untuk pembakaran keramiknya, ia mengaku hanya menggunakan satu kali proses pembakaran atau yang biasa disebut single firing, sehingga hasil akhirnya tidak memerlukan polesan glasir.
Adi menjelaskan bahwa pembuatan keramik ini biasanya melalui dua proses pembakaran. “Diawali dengan proses biscuit dan dilanjutkan proses pembakaran hasil jadi. Cuma kemarin aku pakai teknik pembakaran sekali jadi atau single firing,” ungkapnya.
Seluruh proses pengerjaan teko set dilakukan di Studio Keramik ITB Kampus Cirebon selama kurang lebih satu minggu. Sepanjang prosesnya, Adi menghadapi berbagai hal yang tak terduga termasuk keramik yang meledak saat dibakar. Ia mengaku kaget dan bingung saat mengetahui 2 dari 5 topengnya rusak karena kesalahan pada teknik menempel yang dilakukannya.
Namun dengan kepekaan dan kreativitas seorang seniman, Adi berhasil mengkorelasikan insiden ini dengan konsep ketidaksempurnaan yang sempurna. Rusaknya 2 dari 5 topeng menyiratkan makna bahwa kesempurnaan hidup manusia dicapai melalui berbagai ketidaksempurnaan, bahkan ada kalanya manusia berhenti di fase kehidupan tertentu.
Siapa sangka konsep ini mendapat sanjungan dari para dewan juri dan mengantarkannya menjadi juara 2 dalam kompetisi tersebut.
“Harusnya ada 5 topeng tapi akhirnya hanya 3 topeng karena yang lainnya meledak. Tapi itu tidak menjadi kekurangan. Aku justru menjadikan hal itu poin utamanya. Bagian yang rusak aku tambahkan aksen emas dan tetap ditampilkan untuk menjadi penggambaran bahwa 5 fase kehidupan manusia tidak selalu berjalan mulus,” tuturnya.
Sebagai mahasiswa ITB Kampus Cirebon, ia mengaku bangga dan bersyukur karena di sekitarnya masih banyak kebudayaan tradisional yang syarat akan estetika dan filosofi nilai-nilai luhur. Berbagai seni dan budaya ini menurut Adi berpotensi besar untuk diadopsi ke dalam bentuk-bentuk karya baru.
Ke depannya, ia mengaku berencana untuk menjadikan topeng Cirebon sebagai identitas dan gaya pribadinya dalam berkarya.
No Comments